Sorgum, Solusi Efisien Komoditas Jagung di Lahan Kering



Tanjung (Suara NTB) – Sorgum sudah mulai dibudidayakan kembali oleh petani di Kabupaten Lombok Utara (KLU), maupun di NTB pada umumnya. Komoditas ini sudah jarang ditemui usai dikembangkan pada kisaran tahun1980-an silam.

Guru Besar Fakultas Pertanian – Unram, Prof. Ir. H. Suwardji, M. App.Sc., Ph.D., kepada Suara NTB, Selasa, 22 Februari 2022 mengungkapkan, sorgum sudah mulai dibudidayakan oleh petani di berbagai kabupaten. Beberapa kabupaten sudah mulai menangkap peluang pasar sorgum, seperti Lombok Tengah, Kabupaten Sumbawa Barat, Bima, Dompu, termasuk Lombok Utara.

Iklan

“Sorgum hanya butuh 420 ml air, sedangkan jagung butuh 660 ml. Artinya di tempat-tempat yang tidak cocok jagung, cocok untuk sorgum,” ungkap pakar Ilmu Tanah ini.

Suwardji mengaku, memiliki demplot budidaya sorgum di Lombok Tengah seluas 10 hektar. Secara budidaya, perlakuan pemeliharaan tanaman sorgum tidak jauh beda dengan jagung. Pun demikian dengan harga jual. Sehingga secara ekonomis, sorgum berpeluang menjadi substitusi tanaman yang bernilai ekonomi tinggi.

“Daripada nganggur lahan irigasi tetes, menurut saya, yang 110 ha itu bisa di-sorgum-kan (di maksud, lahan di Akar-Akar). Harga jualnya tidak kalah, sekitar Rp3.500,- per kg. Kalau 1 hektar bisa menghasilkan 7 ton, maka penjualan petani bisa Rp21 juta per hektar,” tambahnya.

Tidak hanya berasumsi, Suwardji bahkan sudah menjalin komunikasi dengan perusahaan dari Malang, Jawa Timur, yang siap menampung hasil produksi petani. Harga ini pun dapat berlaku tetap, sesuai kesepakatan antara kedua pihak.

Dosen yang aktif membina petani Lombok Utara sejak sebelum berdiri KLU ini melihat, peluang perluasan areal tanam sorgum di NTB terbuka lebar. Budidayanya bisa mencapai ratusan ribu hektar jika semua kabupaten memberi atensi yang sama terhadap lahan kering. “Termasuk di KLU, bisa dikembangkan untuk skala lebih luas. Kalau sekarang masih skala kecil,” imbuhnya.

Suwardji mengaku pula, pada budidaya porang, ia telah mulai membina petani untuk mempraktikkan tumpang sari tanaman pada satu areal lahan. Yakni, porang dengan jagung, atau porang dengan sorgum. Sedangkan areal lahan kebun/hutan, tumpang sari porang bersamaan dengan tanaman kopi, kakao yang sudah dibudidayakan lebih dulu oleh petani.

Secara ekonomi, sorgum bisa bernilai ekonomi tinggi. Sebab, produksi biji/buahnya untuk makanan, silasenya untuk ternak, dan perasannya juga bisa bernilai uang. “Kita sudah punya investor yang mau beli. Dia juga siap bantu biaya tanam,” imbuhnya. (ari)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Playoff Piala Dunia 2022: Gareth Bale Minta Skuad Wales Fokus Pada 1 Laga

Apa yang kemudian akan diterapkan ?